Bangsa (1)
Gua
kembali setelah sekian lama ga nulis. Sekarang niat banget mau nulis padahal
minggu depan mau ujian semester. Ya, biarlah buat refresh dikit. Kali
ini gua mau bahas tentang bangsa kita ini. Indonesia. Kita sebagai warganya of course sayang dan cinta banget dengan
bangsa kita ini. Tapi, as we know di
negara kita ini masih aja ada perselisihan. Entah itu antar suku, antar agama,
dan lain-lain. Padahal di dasar negara kita, pada sila ketiga tepatnya ada
pernyataan “Persatuan Indonesia” dan itu adalah impian gua buat Indonesia agar bersatu.
Menurut
gua, kenapa Indonesia itu susah bersatu, karena adanya mayoritas dan minoritas.
Gua bukan nyalahin secara jumlahnya, tapi alasannya adalah yang mayoritas belagu
di depan yang minoritas dan yang minoritas merasa kerdil di depan yang
mayoritas.
Sebenarnya
bagaimana minoritas itu? Mari kita bicara secara statistik. Menurut BPS, ada
sekitar 0.7% warga Indonesia itu difabel. Different
but able. Mereka beda tapi mereka bisa. Karena pernah kita lihat ada orang
yang tangannya ga sempurna tapi dia bisa membuat lukisan yang indah menggunakan
kakinya. Seharusnya, mereka pun berhak berkarier selayaknya kita yang manusia
normal. Tapi kenapa mereka ga bisa? Karena kurangnya fasilitas buat mereka.
Contoh sederhana fasilitas itu adalah tangga. Kebanyakan fasilitas tangga di
Indonesia itu hanya tangga seperti biasa yang hanya bisa dilewati oleh orang
normal, dan ga ada tangga yang landai buat difabel yang memakai kursi roda.
Minoritas
lainnya adalah pengusaha. Sekitar 1.56% warga Indonesia adalah pengusaha. Tapi
kenapa mereka tertindas? Sebelum kesitu, gua mau kasih tau untuk ukuran menjadi
negara maju minimal pengusaha di negara tersebut adalah 2 persen. Seperti di
Filipina ataupun Thailand yang udah sampai 4 persen, bahkan di Singapura itu
udah sampai 11% dan kita nyentuh dua persen saja tidak. So, apa yang membuat
mereka tertindas? Yaitu pengusaha asing. Karena kita di Indonesia dijadiin market karena ga ada produsen. Padahal,
tulang punggung negara kita adalah UKM dan kebanyakan pengusaha lokal ini
adalah pengusaha kecil. Kasihan mereka akhirnya kalah bersaing dengan pengusaha
asing. Dan yang paling penting, orang asing itu paham bedanya obsesi orang
barat dengan orang Indonesia dalam dunia bisnis. Obsesi orang barat itu adalah
ukuran sedangkan kita adalah jumlah. Contoh kecil misalnya makan. Kalo pergi ke
McDonalds dan lu pesan Big Mac itu kan gede banget ya, karena itu sesuai dengan
obsesi orang barat dan orang Indonesia ga minat begitu. Orang Indonesia itu
cukup nasi aja, tapi banyak. Atau kalo orang barat pesan minuman biasanya
menggunakan gelas besar. Orang Indonesia cukup gelas kecil saja tapi refill.
Next, 5% orang Indonesia itu keturunan Tionghoa.
Walaupun mereka minoritas tapi sekarang mereka itu udah bisa mendapatkan
hak-hak mereka, seperti ketika perayaan Imlek tiba-tiba banyak mall berubah menjadi Shanghai begitu.
Nah, kenapa mereka bisa mendapatkan hak-hak mereka? Karena mereka itu menguasai
95% ekonomi kita. Gokil ga tuh? Walaupun, kalau kita flashback ke masa lalu ketika masa tahun ’98, bukan hanya terjadi
kerusuhan, penjarahan tapi orang Tionghoa itu dipukul, dibunuh, bahkan
diperkosa di pinggir jalan. Itu adalah bagian dari sejarah kelam bangsa kita
dan banyak dari kita itu melupakannya.
Kaum
minoritas berikutnya ini rada sensitive
kalo kita bahas. Kaum Gay. Sekitar 6% orang Indonesia adalah gay atau sekitar
16 jutaan orang. Kalo dibandingkan dengan penduduk di Indonesia, satu dari 17
orang Indonesia adalah gay. Paling ga enak ketika menjadi gay adalah lingkungan
Indonesia itu ga bisa menerima kaum gay tersebut. Mereka ga bisa menjadi diri
mereka sendiri. Umumnya reaksi orang Indonesia terutama laki-laki itu mereka ga
suka berteman dengan gay karena gay itu dosa. Kan aneh ya. Kalo alasannya
begitu, harusnya dia ga berteman dengan siapapun karena siapapun pasti pernah berbuat
dosa. Bedanya yang gay itu suka sesama laki-laki sedangkan yang normal suka
sama perempuan. Cowok itu kadang suka bingung bagaimana cara menanggapi becandaan
mereka yang ngondek begitu, takutnya
ketika si cowok ketawa nanti dikira afirmatif atau dikira suka sama si gay.
Padahal, itu hanya becandaannya mereka begitu. Kalo lu pernah ke Bandung, lu
pasti tau GOR Saparua. Di luar GOR itu ada lapangan voli. Setiap Rabu sore, ada
sekelompok waria main disana. Kalo lihat mereka main itu bawaannya pengen
ketawa aja. Kenapa? Karena ketika mereka main biasa sambil teriak histeris just like women tapi ketika mereka nge-smash teriaknya laki banget. Menurut
seharusnya, mereka itu ga dijauhin tetapi didekati, diberi penjelasan, dikasih
tau jalan yang benar itu bagaimana supaya mereka jadi bener. Ketika mereka
dijauhin maka mereka akan tetap begitu.
Lalu
kaum minoritas berikutnya adalah perempuan. Jumlah mereka sekitar 49.66% yang
berarti sekitar ratusan juta orang. Mereka banyak tapi mereka tertindas seperti
halnya minoritas lainnya. Kenapa gua bisa bilang begitu? Kita lihat dari
bagaimana negara kita menyikapi kasus pemerkosaan. Di negara ini, supaya tidak
terjadi pemerkosaan perempuan disuruh memakai pakaian tertutup. Memang dalam
agama gua, wanita itu harusnya memakai pakaian tertutup. Tapi kan yang merkosa
laki. Harusnya laki-laki dibilangin, “Heh, jaga kemaluan lu itu”. Itu baru
bener. Emang pemerkosaan itu selalu
karena perempuan pakai pakaian terbuka? Ngga. Coba lu googling negara dengan kasus pemerkosaan tertinggi di dunia itu
dimana. Di Timur Tengah. Daerah yang banyak perempuannya pakai pakaian
tertutup. Karena pemerkosaan itu terjadi bukan karena pakaian terbuka atau
tertutupnya tapi karena dia terbiasa atau ngganya aja.
Dari
presentase kaum perempuan itu kalo dibandingin, untuk 11 orang laki-laki ada 10
perempuan. Jadi bisa dipastiin ada satu laki-laki yang ga dapat pasangan.
Jomblo. Dan menurut gua, jomblo itu juga kaum minoritas yang paling kasihan.
Gua punya satu teori yang cukup ampuh. Listen.
Perempuan itu butuhnya perhatian dan laki-laki itu butuhnya pengakuan. Kasih
dia lebih dari yang dia dapatkan dari pasangannya, dia bakal jadi milik lu.
Perempuan
itu butuhnya perhatian bukan pengakuan. Laki-laki sering salah perihal itu.
Perempuan paling ga suka dikasih pengakuan dan dipuji-puji begitu. Perempuan ga
nyari begitu. Hal yang basi adalah laki-laki ngomong ke perempuan, “Hei, kamu
cantik deh” Halah basi. Perempuan ga suka digituin karena perempuan lebih suka
dikasih perhatian. Tunjukkin bahwa lu merhatiin hal-hal kecil dari si perempuan
tersebut. Begini caranya, sebut nama
dia, perhatiin dia rada lama seolah nunjukkin kalo lu merhatiin hal-hal kecil
dari dia. Misal, “Gita, kamu baru potong poni ya?” atau “Gita, kamu pakai
parfum baru ya?” Cewek lu gituin, hidungnya deg-degan. Kembang-kempis. Dia mau
teriak tapi tertahan karena ada laki-laki didepannya.
Sebaliknya,
laki-laki itu butuh pengakuan bukan perhatian. Laki-laki itu ga butuh perhatian
semisal, “Kamu udah makan belum? Kamu udah tidur belum? Kamu udah sunat belum?”.
Perempuan sering salah begitu. Harusnya, kamu samperin begitu dan puji aja
semisal, “Kamu kalau pakai kemeja hitam lebih keliatan maskulin begitu,”.
Laki-laki dibegituin mukanya Harlem Shake. Ya begitu deh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar