Asa Indonesia di Formula One


Formula One atau biasa disebut F1 adalah ajang balap jet darat kelas tertinggi yang diselenggarakan oleh FIA atau Federation Internationale de I’Automobile. Kalau berbicara tentang Formula One ga lepas dari gengsi, mesin berisik, adu strategi, rules, emosi, sirkuit, sampai hot babes pun menjadi salah satu brand di Formula One ini. Ajang Formula One ini udah diselenggarakan sejak 1950 yang berarti tahun ini udah masuk tahun ke-66. Formula One ini bukan Cuma ajang adu balap jet darat saja, tapi sekarang udah lebih ke business.
Di dalam Formula One itu ada sistem poin yang udah beberapa kali diubah. Nah, dari poin yang dikumpulkan para pebalap ini yang akan menentukan siapa yang akan jadi juara dunia pembalap dan juara dunia konstruktor. Sampai saat ini, pemegang rekor juara dunia pembalap terbanyak adalah the legend one Michael Schumacher sebanyak tujuh kali. Kalau di bidang konstruktor, yang memegang trofi terbanyak itu Ferrari dengan 16 kali juara.
Gua udah demen Formula One ini dari gua umur 7 tahun. Itu berarti udah kurang lebih 12 tahun gua demen Formula One ini. Ketularan dari bokap. Bokap dari dulu sampai sekarang itu suka banget nonton Formula One. Gua demen Formula One itu karena dua hal, pertama karena balapannya seru dan kedua arsitektur sirkuitnya itu keren gila!
Sirkuit yang dipakai di ajang Formula One itu ada dua, yang permanent circuit dan street circuit. Yang permanent circuit itu adalah sirkuit yang memang dibuat khusus untuk balapan, seperti Shanghai International Circuit di Tiongkok, Sepang International Circuit di Malaysia, sampai yang paling keren itu Yas Marina International Circuit di Abu Dhabi. Kenapa gua bilang keren? Karena jalur pit-stop nya itu lewat bawah tanah. Keren.
Kalau yang paling gua demen itu yang street circuit. Jadi, jalan raya yang dibikin sirkuit buat balapan Formula One, seperti Albert Park di Australia (ini sih semi-jalan raya), Marina Bay Circuit di Singapura (gua udah pernah kesana langsung. Sumpah keren!), sampai yang paling tua itu Monte Carlo di Monako (udah dipakai sejak 1950, tahun pertama F1). Semua street circuit itu keren-keren dan menurut gua kreatif. Kalau ditanya mana yang favorit, gua bilang semuanya! Haha. Karena emang keren. Dari yang sempit seperti di Monte Carlo (lebar jalurnya itu cuma 12 kaki), yang harusnya jalan tol (sirkuit AVUS di Jerman sekitar decade 70-an kalo ga salah, treknya cuma lurus doang baru balik lagi), sampai yang tahun ini baru akan digelar di Baku, Azerbaijan. Gua udah liat track map sama simulation lapnya. Sumpah keren! Pokoknya keren semua kalo street circuit!
Nah, di awal gua udah bilang bahwa Formula One itu juga business. Karena F1 itu ladang bisnis yang luar biasa menguntungkan. Kalo bicara konteks negara yang menyelenggarakan, keuntungan yang didapat itu dari segi pariwisata. Karena, ga cuma dari Negara itu saja yang nonton F1 ketika F1 digelar di negara itu. A whole world is watching. Orang-orang dari luar negeri itu bahkan berbondong-bondong datang buat nonton. Apalagi orang dari negara yang tidak menyelenggarakan F1. Contoh, Singapura. Gua yakin banyak orang Indonesia yang demen F1 rela pergi ke Singapura hanya untuk nonton F1 secara langsung di grandstandnya dan bikin telinga pekak karena suara mesinnya. Karena, di Indonesia belum menyelenggarakan F1. Kebayang dong kalau Indonesia menyelenggarakan F1, pasti lebih banyak lagi turis mancanegara yang datang ke Indonesia. Walaupun agak susah merealisasikannya.
Nah, tahun ini, ada pebalap Indonesia yang ikut dalam ajang Formula One. Rio Haryanto. Tahun ini dia ikut dengan mengendarai Manor Racing yang memakai mesin Mercedes (yang dipakai tim Mercedes tahun lalu, yang bikin Lewis Hamilton juara dunia). Cerita dulu nih, sebenarnya, dulu waktu ajang F1 tahun lalu mendekati seri terakhir, sudah banyak pembicaraan dan prediksi-prediksi perpindahan pebalap antar tim maupun rookie yang masuk ke dalam sebuah tim Formula One. Salah satu tim yang dibicarakan itu Manor Racing (tahun lalu Marussia namanya) yang bisa dibilang sudah menjadi kebiasaan untuk mengganti pebalapnya tiap tahun. Sejak Jules Bianchi (satu-satunya pebalap yang bisa ngasih poin ke tim Marussia yang sekarang Manor Racing) kecelakaan dan meninggal, belum ada pebalap yang bisa bertahan lebih dari semusim di tim itu.
Alasannya, pertama prestasi. Bisa jadi prestasi pebalap itu bagus potensinya sehingga dilirik oleh tim yang lebih bagus kelasnya, entah jadi pebalap utama maupun hanya jadi test driver ataupun prestasinya ga terlalu bagus sehingga ditendang. Alasan kedua, money. Rio masuk menjadi pebalap Manor itu karena membayar 15 juta euro (walaupun belum lunas sekarang) atau istilahnya pay driver selain dari sisi prestasi bagusnya di GP2 Series tahun lalu (peringkat 4). Pebalap lainnya, Pascal Wehrlein itu adalah anak emasnya Mercedes, jadilah dia pebalap Manor karena sepaket dengan mesin yang dipakai Manor. Padahal, kalau bisa dibilang calon-calon yang lainnya justru lebih bagus daripada Rio. Bukan gua mau memandang sebelah mata Rio, hanya saja calon-calon lainnya yang ga kepilih itu emang faster than Rio. 
Salah satunya itu adalah Alexander Rossi yang sebenarnya gua lebih pilih ketimbang Rio dalam bursa calon pebalap itu untuk mendampingi Wehrlein. Kalo gua bilang, potensinya itu jauh lebih besar dari Rio. Karena, tahun lalu dia sempat mendapatkan kesempatan untuk membalap di beberapa seri terakhir F1 menggunakan Marussia dan hasilnya cukup impresif untuk tim sekelas Marussia, itupun ditambah dia masih membalap di GP2 Series di waktu yang sama (penyelenggaraan F1 dan GP2 Series dominan bersamaan di sirkuit yang sama). Ga kebayang capeknya. Itupun prestasinya Alexander masih lebih bagus daripada Rio (peringkat 2 atau 3, lupa). 
Ini membuktikan bahwa F1 sekarang itu lebih dominan businessnya. F1 yang sekarang itu ga seseru zaman dulu. Tanya deh yang udah nonton F1 dari zaman dulu, kebanyakan pasti akan menjawab iya. Karena yang menang itu-itu lagi dan yang posisi semenjana itu-itu lagi. Karena faktor potensi pebalap yang kalah dengan faktor uang.
Nah, tahun ini sampai tulisan ini diterbitin, udah 3 seri yang terselenggarakan. Australia, Bahrain, dan Tiongkok. Pakar F1 itu sering bilang kita sudah bisa lihat dan memprediksi hasil dalam semusim dari hasil 3 sampai 5 balapan pertama. Hasilnya Rio? DNF, peringkat 17, peringkat 21. Dengan keadaan begini, yakin gua kalo Rio itu hanya bertahan ngga sampai semusim. Orang mungkin akan berpikiran, “Ah, gapapa yang penting bisa lihat bendera Indonesia di F1 walaupun cuma semusim,” perkataan ini pernah gua denger dari salah satu pembawa acara berita di televisi.
Sebenarnya, itu adalah pemikiran yang cukup salah menurut gua. Kenapa kita ga berpikiran bahwa bisa lihat bendera Indonesia itu lebih dari semusim? Untung-untungan kalau bisa denger Indonesia Raya berkumandang di F1. Itu lebih keren daripada hanya melihat bendera Indonesia pertanda ada orang Indonesia yang ikut dalam semusim. Makanya, sebenarnya sih gua lebih prefer ketika dia ditawari jadi pebalap cadangan atau pebalap utama Force India yang kelasnya lebih tinggi dari Manor (walaupun bayarannya 30 juta euro untuk jadi pebalap utama, dua kali lipatnya). Karena dari situ, walaupun nantinya dia jadi pebalap cadangan Force India, dan ga ikut secara regular musim ini, setidaknya dia bakal lebih banyak belajar dan potensinya untuk bertahan lebih dari semusim lebih besar.
            Nah, jika Rio prestasinya akan seperti di tiga race awal ini di sepanjang musim ini, bukan tidak mungkin kita akan menunggu lagi dalam kurun beberapa waktu ada bendera Indonesia yang berkibar dalam ajang Formula One.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar