Bangsa (2-End)



Terus, mari kita bicara tentang pendidikan di Indonesia. Gua sebagai yang masih menerima pendidikan di Indonesia sebenarnya ga berhak ngomong begini tapi ga ada salahnya berpendapat, right? Begini, jahatnya pendidikan di Indonesia adalah ketika setiap anak dibuat tidak yakin kalau dia berbeda dengan anak yang lain. Ki Hajar Dewantara saja zaman dulu udah pernah bilang, “Padi tidak pernah bisa jadi jagung” harusnya padi lu treat sebagai padi dan jagung lu treat sebagai jagung. Tapi masalahnya di Indonesia, pendidikan itu harus terstandarisasi. Seperti masalah pada UN. Mau bagaimanapun si murid itu belajarnya, dia harus lulus pada standar itu. Kan ga fair ya. Ilustrasinya begini, misalkan Tarzan mau pergi dari hutan ke kota karena di hutan ga ada yang bisa dia nikahin karena semuanya buluan. Nah, sebelum dia pergi, dia bilang ke seluruh penghuni hutan bahwa siapapun bisa menggantikan dia menjadi raja di hutan asalkan persyaratannya satu. Harus teriak sekeras-kerasnya agar semua penghuni hutan bisa dengar. Kalo buat gorilla atau singa itu gampang, tapi coba kalo tapir atau rusa? Kan ga bisa. Ga fair.

Lalu, Einstein pernah bilang ke gurunya bahwa dia ga setuju dengan pendidikan dengan sistem hafalan karena itu dapat mematikan kreativitas. Habis ngomong begitu, dia langsung keluar dari sekolah itu. Coba anak zaman sekarang yang ngomong begitu? Keluar juga. Lebih tepatnya dikeluarin. But Einstein was right, dear. Pendidikan ga seharusnya memaksa untuk menghafal, pendidikan itu yang penting paham dan tau bagaimana cara pengaplikasiannya. Begini deh, buat yang cinta tim sepakbola Barcelona. Kalo disuruh menyebutkan salah satu pemain legenda Barcelona pasti bisa jawab, kan? Apakah itu ada di buku pelajaran? Ngga. Tapi bagaimana mereka bisa tau? Karena mereka minat. Jadi, seharusnya gurunya itu membuat mereka minat bukan memaksa mereka buat menghafal.

Padahal kalo lu pikir-pikir lagi, apa yang lu hafal dulu belum tentu sekarang itu bener. Misalkan, pas SD lu disuruh hafal jumlah planet di tata surya kita adalah 9 planet kan? Nah sekarang berapa planet di tata surya kita? Dua belas. Karena setelah Pluto sempat dikeluarkan dari sistem planet tata surya kita, sekarang ada klasifikasi planet baru namanya dwarf planet jadi ada empat planet baru yang dimasukkan termasuk Pluto. Total ada 12. Jadi buat apa kita capek-capek ngehafal waktu itu kalo sekarang salah?

Ngomongin masalah guru, menurut gua guru yang baik adalah ketika muridnya bener ia puji, ketika salah dibenerin, dan ketika nakal dimarahin. Paham ga bedanya? Karena walaupun ga semua guru, ada beberapa guru yang marah ketika muridnya salah. Harusnya guru itu berpikir bahwa ketika si murid salah itu adalah tanggungjawabnya buat ngebenerin. Lalu ada juga guru yang gila hormat. Walaupun memang ga semua tapi ada. Kenapa mereka gila hormat? Menurut gua karena pekerjaan guru di Indonesia belum menjadi pekerjaan yang terhormat. Kenapa gua bisa bilang begitu? Kita bisa lihat dari fasilitas dan gaji yang ia dapat. Contohnya gua pernah denger ada guru di NTT yang gajinya 50 ribu per bulan atau ada seorang guru di Purwakarta harus naik perahu melintasi Waduk Jatiluhur buat ngajar di sekolahnya itu. Hal itu ga sebanding dengan apa yang mereka kasih buat murid mereka untuk mencerdaskan generasi bangsa. Di negara lain, guru merupakan pekerjaan yang paling terhormat dibandingkan dengan pekerjaan lainnya.

Dan kembali ke masalah pendidikan di Indonesia ga bisa dibandingin dengan negara lain. Coba lu search negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia itu dimana. Di Finlandia. Diakui oleh 3 lembaga survei independen yang berbeda. Bahkan Obama pernah bilang ingin mengubah sistem pendidikan di Amerika menjadi seperti pendidikan di Finlandia. Dan lu tau sistem pendidikan di Finlandia itu bagaimana? Muridnya ga dikasih PR sampai SMA. Bahkan jam pelajarannya adalah yang tersedikit di dunia. Sedangkan kita di Indonesia, murid udah sekolah dari pagi sampai siang dan masih dipaksa buat les sampai sore serta masih dikasih PR pula. Kenapa di Finlandia dengan jam yang begitu sedikit bisa menjadi yang terbaik di dunia? Karena mereka ga dikasih PR dan banyak waktu untuk mengembangkan diri mereka sesuai minat mereka.

Menurut gua, bermain juga salah satu cara belajar. Kenapa? Karena bermain adalah belajar secara sukarela, iya ga sih? Menurut dokter anak, otak anak usia 5 tahun itu sedang maksimal-maksimalnya jadi biarkan mereka bermain. Misalkan, anak usia 5 tahun ngambil batu, kalo dia lempar ke kaca, dia bakal paham kalo kaca itu bakal pecah, setelah dia lempar terus dia diam, dia bakal paham kalo dia bakal dipukulin. Nanti dia pikir harusnya dia lari atau ga melempar batu itu. Kalo misalkan lu semua pelajari itu semuanya dari buku, nanti ketika di dunia profesi  bagaimana cara lu bersaing dengan orang lain kalo sama-sama yang kalian tahu itu cuma dari buku? Supaya dapat bersaing lu harus belajar di luar dari itu. Because everything in this world is a teacher, dear.

Kalo ada satu hal yang pendidikan di Indonesia berhasil adalah berhasil menciptakan generasi yang terlalu patuh. Listen. Patuh itu boleh. Kalo semuanya ga patuh, kacau nanti. Tapi kalo terlalu patuh itu bahaya. Kenapa? Kalo ga ada yang protes tentang kesalahan yang dilihat maka ga ada yang mau terciptanya perubahan. Harusnya, kita harus tampil berbeda. Namun, di sekolah diajarin bahwa beda artinya bodoh atau nakal. Akhirnya mereka tumbuh menjadi generasi yang menghindari konflik.
Masalah pendidikan lainnya adalah keharusan untuk memberikan pendidikan kepada yang harus mendapatkan pendidikan. Contohnya begini, coba pakai logika, ketika lu menyuruh orang yang ga mampu untuk milih antara pendidikan atau uang, pasti mereka akan memilih uang. Kenapa? Karena adanya kebutuhan mendesak seperti beras dan lainnya. Karena lu belanja pakai uang bukan pendidikan. Kan ga mungkin ya ketika lu belanja di pasar, lu nanya ke penjualnya,

“Berapa beras sekilo?”
“Tergantung,”
“Tergantung apa?”
“Tergantung siapakah Bapak Pendidikan di Indonesia?”

Kan ga gitu. Selain kebutuhan mendesak, uang juga dijadikan alat untuk memperlihatkan statu sosial mereka. Seperti halnya begini, orang yang kerja di rumah gua mau minjem uang ke orang tua gua dengan alasan kakaknya mau ngasih hadiah Valentine ke pacarnya tapi ga punya duit karena belum kerja. Ya sekalian aja ga usah ngasih hadiah, iya ga? Kan belum kerja. Itu sama halnya ketika ada orang minta nomor pacar temannya setelah temannya nanya buat apa dijawab pengen mesra-mesraan aja karena ga punya pacar. Ya ga usah mesra-mesraan aja sekalian. Iya ga?

After all those problems that I wrote, gua mau ngasih semacam solusi. Ada beberapa solusi yang mau ditawarin. Pertama, dan in yang paling banyak ga disukai oleh kebanyakan orang. Yakni pemahaman politik. Perlu gua jelasin bahwa kita berpolitik tapi kita ga peduli dengan politik. Maksudnya, angka keikutsertaan dalam berpolitik itu besar banget. Tapi apakah paham? Nol banget. Begini deh, coba lu flashback ketika lu ikut pemilihan caleg tahun 2014 lalu. Apakah masih ada yang ingat siapa yang lu pilih? Kebanyakan ngga. Gimana lu mau tau kalo orang itu bener dan amanah nanti ketika jadi anggota dewan kalo namanya aja lupa apalagi visi dan misinya dia. Teman gua pernah cerita bahwa ada temannya milih anggota dewan berdasarkan cakep atau ngganya foto di lembar pemilihan itu. Aneh ga? Lu sering ngomong kalo anggota dewan itu sering korup padahal mereka itu ga bakalan disana kalo bukan karena lu yang milih. Harusnya sebelum lu milih lu harus cari track record dari calon-calon tersebut. Zaman sekarang udah banyak cara dan akses untuk mencari track record mereka. Di media TV juga sering menampilkan hal-hal tersebut. But, be careful with the media. Karena banyak media sekarang yang latar belakangnya ada unsur politik. You know damn well that I’m right. Akhirnya berita-berita di media yang seharusnya menyampaikan fakta malah memberikan opini dan umumnya memakai strategi racun dan penawar begitu. Dikasih racunnya, “Pemerintahan Jokowi itu begini begitu” dan dikasih penawarnya, “Harusnya milih yang begini  begitu”. Misalkan, “Kebakaran lahan di Sumatera akibat kegagalan pemerintahan Jokowi”. Lah apa hubungannya. Harusnya media ngasih tahu kalo ada kebakaran lahan di Sumatera. Cukup sampai disitu faktanya.
Yang paling penting, kita harus tahu bagaimana membedakan fakta dan opini. Cara membedakannya gampang kok. Untuk yang tau gua, gua bilang,”Gua langsing atau ga?” Bakal ada yang bilang ya ataupun ngga. Itu adalah opini. Faktanya berat gua pernah nembus 105 kg dan berat gua sekarang 100 kg jadi menurut gua, gua langsingan. Tapi menurut lu yang beratnya ga pernah lewat dari 70 kg, lu bakalan bilang kalo gua gemuk. Tapi, apakah yang gua bilang ini pasti benar? Belum tentu. Cara memastikannya dengan mencari dari sumber lain. Jangan Cuma dari satu sumber saja. Itu baru menggunakan demokrasi yang bener. Ga cuma banyak omong.

Kedua, yakni penegakan hukum. Hukum itu harus ditegakkan. Karena ketika hukum ngga ditegakkan, orang yang berbuat kesalahan akan kembali mengulangi kesalahan atau orang lain bakal ikut-ikutan. Contoh untuk mengilustrasikannya adalah kasus Ariel. Gua setuju Ariel itu dipenjara bukan karena dia ngerekam ketika dia sedang berhubungan badan, gua bahkan setuju Ariel itu dipenjara bukan karena dia selingkuh. Tetapi berdasarkan penyelidikan Ariel terbukti memperlihatkan video itu ke temannya. Begini, ketika dia berhubungan badan dengan cewek cewek itu pasti ada persetujuan dari cewek itu kan? Ketika dia ngerekam pasti juga ada persetujuan dari cewek itu kan? Tapi, apakah ketika dia memperlihatkan ke temannya, apakah dia meminta persetujuan dari cewek itu? Ngga. Jadi Ariel ini udah melanggar kepercayaan yang itu cewek kasih ke dia. Gua punya adik cewek dan banyak teman cewek dan gua ga mau itu bakal terjadi lagi. Ariel ini kan terkenal, ketika hukum ga ditegakkan secara keras ke dia. Gua yakin orang lain bakal ikut-ikutan memamerkan kalo dia pernah ciuman atau telanjang dengan ceweknya.

Ketiga, kita harus bisa membedakan mana orang bodoh dan orang goblok. Orang bodoh bisa dimusnahin dengan pendidikan. Sedangkan, orang goblok ya harus musnah aja gitu. Dan perlu gua garisbawahi goblok ga Cuma bisa terjadi pada orang yang ga berpendidikan tapi juga ke orang berpendidikan. Goblok adalah ketika lu bersin dan buang ingus, ketika ingus itu keluar dari hidung lu, lu liat dulu baru lu buang. Itu kan goblok. Buat apa diliat coba. Lu  berharap itu apa? Emas? Jadinya untung aja lu lihat dan ga lu buang? Kan nggaa. Atau mau yang lebih parah? Coba lu search pencurian mesin ATM yang gagal, disitu bakal diperlihatkan pencurian yang goblok. Jadi si pencuri ini udah berhasil melepas mesin ATM dari dindingnya, udah berhasil masukin mesin ATM itu ke mobil, udah berhasil bawa itu ke rumahnya. Sampai di rumahnya, dia malah panic, buang barang dan piring. Karena dia tinggal di tempat yang padat penduduk jadi rumahnya mepet dengan rumah yang lain. Si tetangga denger kegaduhan itu dan lihat ada mesin ATM di rumah si pencuri, nah di telponlah polisi dan tertangkap si pencuri. Pertanyaannya, si pencuri ini udah berhasil membawa itu mesin ATM sampai di rumahnya, tapi kenapa dia malah panic dan banting piring? Ternyata mesin ATM yang dia curi adalah mesin ATM non-tunai.

Terakhir, kunci untuk memajukan bangsa ini adalah dengan memfokuskan pada SDM nya. SDM nya ini harus diberikan pendidikan yang membuat orang itu siap menyongsong masa sekarang dan masa mendatang.

Nah, udah begitu aja sih. Sebenarnya tulisan ini terinspirasi dari monolognya Pandji Pragiwaksono di salah satu acaranya beberapa waktu yang lalu. Ya dengan tambahan ada beberapa dari gua sendiri. Intinya ini hanya sebagai refreshing aja buat gua sebelum ujian minggu depan. Ciao.
 
Makasih buat yang udah baca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar