Senyum Lain
Ada sebuah quote menarik yang gua baca di sebuah
bacaan yang kebetulan dalam bahasa Inggris beberapa hari yang lalu. Kalimatnya
kurang lebih seperti ini bunyinya,
"Pada saatnya nanti, Anda akan menemukan bahwa ada jauh lebih besar kebahagiaan dalam melihat kebahagiaan orang lain dibandingkan dengan diri anda sendiri," - Honore de Balzac, Le Pere Goriot (1835).
Setelah
gua cari tentang novel tersebut, memang ketika menulis untaian diatas, Honore
de Balzac sedang menggambarkan kondisi masyarakat Prancis di masa itu, yang
terlibat pergolakan masalah status sosial.
Di
dalam novel yang memunculkan Eugene de Rastignac sebagai tokoh utamanya itu,
terpotret dengan jelas usaha Rastignac dalam mencoba menggapai ambisi
pribadinya. Sampai-sampai dia menghalalkan segala cara di luar etika.
Dari
satu perspektif, konotasinya mungkin terlihat negatif. Namun, dari sudut
seberang, ada pesan 'struggle for
survival' alias perjuangan untuk bertahan hidup yang bisa diambil. Ada
pengorbanan yang harus ditempuh agar seorang individu bisa memperpanjang
eksistensinya.
Dalam
menjalani hidup, selalu ada pengorbanan yang harus dilakukan. Bukan melulu soal
hilangnya materi, tapi bisa keputusan untuk melepas sebuah kesempatan atau
bahkan sebuah posisi.
Kalau
mau mengambil contoh, kita lihat di MLB (Major
League Baseball) di Amerika Serikat. Disana ada cerita tentang sebuah sacrifice. Bisbol mengajarkan kita bahwa
ada beberapa pemain yang rela melepaskan posisinya tergeser dari pos inti,
selama ia masih bisa berkontribusi di sektor lain dalam tim.
Contohlah,
Alex Rodriguez. Tahun ini dia sudah memasuki musim ke-12 bersama New York
Yankees. Dalam empat musim terakhir, Alex rela bermain sebagai Designated Hitter alias pemukul
pengganti, alih-alih sebagai 3rd baseman,
yang notabene posisi yang jauh lebih presitisius.
Alex
tampaknya kurang memperdulikan kepentingan pribadinya. Sepanjang pelatih
Yankees, Rob Thomson masih membutuhkan jasanya, di manapun itu, dan selama tim
mendapatkan hasil positif dari pengorbanannya, sang eks Texas Rangers ini pun
selalu siap berkontribusi secara optimal.
Hal yang sama juga mungkin dialami oleh
seorang Lionel Messi musim ini. For the
first time in seven years, he must see himself didn’t stay at the top of El
Pichichi (top scorer in La Liga). Posisinya dalam menjadi ujung tombak Barcelona sekarang
digantikan oleh Luis Suarez. Tanpa upaya mempertontonkan kengototan untuk
menyaingi Suarez, The Messiah justru
rela menempatkan dirinya sebagai feeder
bagi bomber Uruguay itu.
Keahlian memukau dalam menceploskan
bola kini sudah beralih menjadi keelokan mengumpan eksepsional. Argo golnya
kini berubah menjadi argo assist.
Messi tentu menyadari betul bahwa pengorbanannya ini berpotensi memperkecil
kansnya menggondol Ballon d’Or keenamnya musim ini, yang menjadi lambang
pesepakbola terbaik yang sejak diperebutkan olehnya dan Cristiano Ronaldo
beberapa musim terakhir, yang sering ditentukan dengan banyaknya koleksi gol.
Namun, Messi tampak mulai kurang peduli, selama
dirinya bisa melihat bentuk kebahagiaan baru seperti yang dituliskan oleh
Balzac.
Mungkin kita juga harus mulai seperti itu. Memang rasanya melihat senyum kebahagiaan orang lain itu jauh lebih mantap rasanya ketimbang senyum kebahagiaan milik sendiri. Belum pernah merasakan? Cobalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar