Sepekan Rasa Delapan Tahun

Pekan yang penuh dengan mixed feelings. Selalu ada tawa, tangis, senang, sedih, dan lainnya. Petualangan yang sedang mendekati akhirnya.

Entah ya dalam sepekan ini sering dapat waktu sendiri buat merenung. Memikirkan banyak hal. Mulai dari subuh ketika hari raya Idul Fitri, malam dibawah jutaan bintang di pulau, penerbangan ke Surabaya, hingga malam ini, duduk di lobi hotel tempat gua nginap selama 4 hari terakhir di Pasuruan.

Pemikiran ini sebenarnya selalu terpikirkan memang sejak gua pulang dari Bandung waktu itu (22 Hours of Escape to Bandung). Entahlah, malam itu seperti mendapat firasat buruk. Firasat yang sudah lama dikenal. Firasat yang datang ketika malam wisuda Metamorf di Gorontalo, malam pertengkaran di Makassar, dan malam itu di Bandung. Tiga tempat berbeda. Firasat yang sama.

Dan malam ini, I still need time to understand, why always me? Kenapa selalu firasat itu yang datang? Kenapa selalu gagal? Kenapa selalu salah? Kenapa gua?

Gua me-rewind.

Pertama kali kenal cinta yang officially itu ketika lagi hits Korean Wave sekitaran 2009 yang membuat komunitas pecinta berbagai boyband, girlband menjamur di berbagai media sosial. Itulah tempat dan waktu pertama kali kenal. Secara virtual.

Jadian pertama kali (dan terakhir) itu waktu menjelang National Exam. Hanya bertahan 9 hari. Hanya 9 hari. Putus dengan alasan klasik. National Exam. Kenangan yang dibuat tidak terlalu banyak.

Time flies, gua masuk asrama, di tahun pertama bertemu orang lain. Orang yang buat gua jatuh cinta lagi. Orang yang membuat gua bego dan senang di waktu yang bersamaan. Orang yang selalu membuat malaikat dan iblis selalu berbisik ke gua di waktu yang bersamaan.

Tembak! Pendam! Tembak! Pendam! Tembak! Pendam! Tembak! Pendam! Tembak! Pendam! Tembak! Pendam! Tembak! Pendam! Tembak! Pendam! Tembak! Pendam! TEMBAK! PENDAM!

Dan pada akhirnya, gua mendengar malaikat selama tiga tahun dan si iblis dalam tiga menit. Hasilnya? Sakit lagi. Tertolak lagi. Gua menutup kisah asrama gua dengan kisah asmara penuh luka.

Sebulan lebih kemudian, gua bertemu dengan orang lain lagi. Di kampus gua sekarang di Makassar. Pertama kali ketika masa orientasi. Dia mengantre di belakang gua. Dia bertanya sesuatu. Gua menjawab seadanya dengan tampang sok cool apa adanya. Tidak mengetahui selama empat bulan berikutnya gua jatuh cinta dengan orang itu. Dengan senyum itu. Dengan tawa itu. Dengan tangis itu.

Dengan cincin itu.

Berpisah karena masalah orientasi kampus sialan yang membuat gua menjadi keras kepala dan membuat dia menangis karena gua. Pertama kalinya ada perempuan lain yang nangis karena gua. Hasil? Keras kepala? Iya. Bodoh? Iya. Bego? Iya. Tolol? Iya. Dapat cinta? Tidak.

Dan pekan lalu ketika subuh hari raya. Gua tulis semua yang gua rasakan. Menekan tombol kirim. Mengirimkan semua yang gua pikirkan sejak bertemu pertama kali cinta pertama gua di Bandung waktu itu. Ke orang yang rela menjadikan gua sebagai first love history dia walaupun cuma 9 hari. Baru terbalas hari Senin lalu. Menghancurkan mood yang seharusnya terlihat senang ketika gua menghadiri acara nikahan kawan gua di sini menjadi buruk hingga kini. Membuat gua terlalu berpikir banyak dan berusaha mengerti di saat gua harusnya tenang dan tertawa karena bertemu kawan lama. Membuat gua harus memakai topeng lama yang selalu berusaha gua buang. Topeng Eccedentesiast. Sang Pemalsu Senyuman.

Gua jadi ingat tulisan di blog adik kelas gua yang sempet gua baca a few times ago. Kenapa disebut 'jatuh cinta'? Mau cinta harus jatuh dulu.

Gua? Hanya selalu jatuh terus tapi ngga pernah dapat cinta. Kan bego.

Sendiri itu sebenarnya bukan pilihan. Itu akibat dari ketakutan. Takut jatuh. Takut sakit. Takut ini dan itu. Begonya gua adalah gua mengenal cinta tapi gua ngga mengenal rasa takut itu.

Dan gua baru mengenal rasa takut itu hari Senin lalu. Setelah mendapat balasan itu. Takut.

Takut bakal jadi sendiri. Takut ditolak lagi. Takut jatuh cinta lagi. Traumatik.

Ada sebuah fobia yang menurut gua itu fobia yang paling menakutkan dibanding fobia lainnya.

Namanya adalah Philophobia. Takut jatuh cinta. Secara psikologis, manusia sangat membutuhkan cinta dalam hidupnya. Kalau dia takut jatuh cinta atau dalam keadaan penuh cinta, apa masih pantas dia hidup?

Gua mungkin sekarang terkena Philophobia. Rasanya? Mau mati rasanya.

Gua pernah bilang dulu bahwa cewek itu udah kemakan ekspektasi dari buku yang mereka baca atau film yang mereka tonton.

Dan gua kemakan omongan gua sendiri. Termakan ekspektasi dari buku yang gua baca dan film yang gua tonton. Ekspektasi kalau ada seorang perempuan yang mau nerima apa adanya diri gua ini. Yang mau sayang whoever I am.

Hanya saja, dalam pikiran gua apa yang dibilang kak Ika Natassa di bukunya itu benar adanya. Disayangi itu memang menyenangkan.

Tau orang yang lu sayang ternyata menyayangi lu balik itu menyenangkan. Sangat menyenangkan malah.

Dan gua? Hanya orang bego yang tau kalo orang yang gua sayang ternyata ngga sayang gua balik, dan gua masih aja berharap ada keajaiban dari itu.

Sekarang? Rasanya seperti di luar atmosfer bumi. Hampa dan mau mati rasanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar